Banjir bandang yang terjadi di beberapa kawasan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, pada akhir pekan lalu memberikan dampak yang sangat signifikan. Kejadian ini tidak hanya mengakibatkan kerugian materiil, tetapi juga memakan korban jiwa yang tentunya sangat menyedihkan bagi masyarakat setempat.
Banjir yang melanda daerah ini disebabkan oleh hujan deras yang turun terus-menerus pada Sabtu sore, menyebabkan Sungai Keruh dan Sungai Erang meluap. Dua kecamatan yang paling parah terdampak adalah Bumiayu dan Sirampog, yang mengalami kerusakan infrastruktur yang cukup parah.
Adanya laporan mengenai tiga korban jiwa dan hilangnya sejumlah orang menambah keprihatinan terhadap situasi ini. Tidak hanya itu, kondisi infrastruktur yang rusak membuat mobilitas masyarakat terhambat.
Korban Jiwa dan Identitas Mereka
Upaya pencarian korban dilakukan oleh BPBD setempat, di mana tiga korban jiwa telah diidentifikasi. Tiga orang tersebut adalah Haikal Alfi, Suswoyo, dan Joni, yang semuanya berasal dari desa dan kecamatan yang terdampak banjir.
Haikal, seorang pemuda berusia 27 tahun, ditemukan setelah tersengat listrik saat mencoba menghindari banjir yang mendekat. Suswoyo berusia 26 tahun ditemukan posisinya tidak jauh dari perkebunan, sedangkan Joni, 35 tahun, ditemukan setelah lebih dari sehari dinyatakan hilang.
Proses penemuan jenazah mereka menggambarkan betapa berbahayanya situasi saat itu, di mana air yang mengalir deras membawa dampak fatal bagi masyarakat yang tidak dapat bertindak cepat.
Dampak Terhadap Kegiatan Sekolah dan Pendidikan
Banjir bandang juga memberikan dampak yang cukup signifikan pada sistem pendidikan di wilayah tersebut. Setidaknya ada empat Sekolah Dasar (SD) yang tidak dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar akibat banjir yang merusak infrastruktur mereka.
Data dari Dinas Pendidikan menunjukkan bahwa ruang kelas yang terdampak masih dipenuhi oleh lumpur dan genangan air. Hal ini membuat para guru dan siswa harus menunda proses belajar mengajar hingga sekolah bersih dari sisa-sisa banjir.
Kepala Dinas Pendidikan setempat menjelaskan bahwa siswa diharapkan turut serta dalam proses pembersihan guna mempercepat kembalinya kegiatan belajar. Ini menjadi momen solidaritas bagi seluruh siswa dan guru di tengah bencana yang melanda.
Proses Pemulihan dan Pembersihan Sekolah
Setelah bencana, pemerintah setempat bekerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan pembersihan. Para siswa dilibatkan dalam kegiatan ini untuk membersihkan ruang kelas dari lumpur dan mendesinfeksi area yang terkena dampak.
Beberapa sekolah, seperti SD di Desa Kalierang, melaksanakan libur belajar sementara untuk menjaga keselamatan para siswa. Mereka diajak bergotong royong meskipun belum ada pelajaran yang berlangsung.
Penggunaan alat berat dan semprotan air turut membantu mempercepat proses pembersihan. Tim dari BPBD dan Damkar hadir untuk memastikan infrastruktur sekolah dapat segera berfungsi kembali.
Desa-Desa Terdampak dan Penanganan Masalah Infrastruktur
Empat desa utama yang terkena dampak adalah Desa Penggarutan, Dukuhturi, Kalierang, dan Langkap. Desa Kalierang mengalami dampak yang paling parah, dengan air yang meluap hingga mencapai ketinggian 80 cm di jalan nasional.
Akses jalan yang terendam menyebabkan arus lalu lintas terhenti total, sehingga kegiatan ekonomi setempat terganggu. Banyak warga yang tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan transportasi.
Pemerintah daerah berupaya untuk menanggulangi permasalahan ini segera mungkin, sambil terus memantau situasi dan melakukan langkah-langkah preventif untuk menghindari bencana serupa di masa mendatang.
