Di tengah tantangan dan kesulitan, terdapat cerita inspiratif mengenai perjalanan hidup seorang pengusaha, khususnya dalam dunia penerbangan. Salah satu kisah yang paling menarik adalah tentang pendiri Lion Air, Rusdi Kirana, yang pernah berjuang dari titik terendah sebelum mencapai kesuksesan besar dengan mendirikan maskapai penerbangan terbesar di Indonesia.
Ketika merintis usaha, Rusdi menghadapi banyak rintangan yang menguji ketahanan dan keuletannya. Mengawali karir sebagai calo tiket pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, Rusdi tidak hanya belajar tentang industri aviasi, tetapi juga mengumpulkan modal untuk memulai usaha yang akan mengubah wajah transportasi udara Indonesia.
Pada era sebelum tahun 2000, terbang adalah sebuah kemewahan yang hanya dapat dinikmati oleh kalangan berduit. Harga tiket pesawat yang selangit membuat banyak orang terpaksa menunda impian untuk menjelajahi berbagai penjuru negeri. Melihat peluang ini, Rusdi, yang tengah menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila, bertekad untuk menghadirkan penerbangan yang lebih terjangkau bagi masyarakat.
Pengalamannya sebagai calo tiket memberikan wawasan berharga tentang mekanisme industri penerbangan. Mengerti betul kebutuhan dan harapan masyarakat akan transportasi yang lebih murah, ia pun memutuskan untuk berinovasi. Bersama kakaknya, Kusnan Kirana, mereka mendirikan sebuah biro perjalanan bernama “Lion Tour” pada tahun 1990-an dengan harapan dapat memberikan layanan yang lebih baik dan aksesibel.
Langkah Awal Menuju Kesuksesan di Dunia Penerbangan
Setelah menjalani usaha biro perjalanan tersebut selama 13 tahun, situasi di industri penerbangan mulai berubah. Tahun 1999 menjadi tonggak penting ketika pemerintah membuka pintu bagi maskapai swasta baru. Melihat kesempatan ini, Rusdi dan Kusnan mendirikan Lion Air, meskipun operasionalnya baru dimulai pada 30 Juni 2000.
Dengan modal awal berupa dua pesawat sewaan, Lion Air segera memposisikan diri sebagai maskapai berbiaya rendah yang membidik pasar yang sebelumnya tidak terlayani. Rute Jakarta-Pontianak dijual hanya dengan harga Rp 300 ribu, yang jauh lebih murah dibandingkan pesaing yang memasang tarif hingga Rp 1,1 juta. Demikian pula, rute Jakarta-Manado dipangkas secara signifikan dari Rp 2,1 juta menjadi Rp 400 ribu.
Banyak orang meragukan keberlanjutan model bisnis berskala rendah semacam ini, tetapi Lion Air justru menunjukkan kenaikan yang signifikan. Mereka berhasil menarik perhatian masyarakat yang sebelumnya tidak mampu terbang karena biaya yang tinggi, sehingga menciptakan alternatif baru bagi banyak orang.
Pertumbuhan Pesat Lion Air dalam Waktu Singkat
Dalam waktu empat tahun, Lion Air telah berkembang dengan pesat, mengoperasikan 23 pesawat dan melayani 130 penerbangan setiap hari ke berbagai tujuan di Indonesia dan Asia Tenggara. Inti dari kesuksesan ini adalah fokus pada efisiensi dan harga terjangkau, yang menjadi daya tarik utama bagi para penumpang.
Selanjutnya, strategi ekspansi Lion Air semakin agresif. Mereka tidak hanya berfokus pada satu merek, tetapi juga mengembangkan anak perusahaan seperti Wings Air, Batik Air, Malindo Air, Thai Lion Air, hingga Lion Bizjet, yang semuanya berkontribusi pada dominasi mereka di pasar penerbangan domestik.
Pada 2018, Lion Air berhasil mencatatkan 36,8 juta penumpang, menguasai sekitar 35% pangsa pasar domestik. Dominasi ini menjadi bukti kesuksesan strategi bisnis mereka yang mengedepankan pelayanan dan harga yang kompetitif. Untuk hal ini, Lion Air tidak ragu untuk menyebut diri mereka sebagai maskapai berbiaya rendah dengan slogan “We Make People Fly.”
Inovasi dan Tantangan di Masa Pandemi
Ketika pandemi melanda, banyak perusahaan penerbangan yang kesulitan, tetapi Rusdi kembali menunjukkan kemampuannya dalam berinovasi. Dengan meluncurkan Super Air Jet pada 6 Agustus 2021, ia membawa konsep layanan low-cost carrier lebih jauh lagi dengan menargetkan penerbangan point-to-point antar kota dan rencana ekspansi ke rute internasional.
Inovasi tersebut merupakan langkah berani di tengah situasi yang penuh ketidakpastian. Meskipun tantangan besar dihadapi oleh dunia penerbangan selama krisis kesehatan global, Rusdi tetap berupaya untuk menyesuaikan dan mengembangkan bisnisnya agar tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Jejak Kesuksesan dan Reputasi yang Kontroversial
Seiring dengan pertumbuhan Lion Air, Rusdi Kirana juga dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Dalam daftar orang terkaya Forbes, dia pernah berada di urutan ke-33 dengan kekayaan mencapai US$970 juta pada tahun 2017 dan pada tahun 2022 berada di urutan ke-38 dengan kekayaan US$835 juta. Kesuksesan ini tentunya tidak dapat dipisahkan dari inovasinya di bidang penerbangan.
Namun, di balik kesuksesan tersebut, terdapat tantangan lain yang tidak dapat dihindari. Lion Air sering kali menghadapi kritik terkait masalah keterlambatan jadwal penerbangan yang menjadi reputasi klasik maskapai ini. Meski demikian, perjalanan Rusdi dari seorang calo tiket hingga menjadi raja penerbangan menunjukkan betapa kuatnya semangat juang dan daya tahan seorang pengusaha.
Dengan semua suka duka yang telah dilewati, perjalanan panjang Rusdi Kirana dalam dunia aviasi adalah bukti bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika seseorang bertekad dan bekerja keras untuk mewujudkan impiannya. Setiap tantangan bisa menjadi pelajaran berharga dalam meraih kesuksesan yang lebih besar di masa depan.
