Ratusan ibu-ibu mengadakan aksi simbolik dengan membunyikan peralatan masak sebagai bentuk protes terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menurut mereka telah menyebabkan banyak kasus keracunan di kalangan anak-anak. Dengan beragam peralatan dapur, mereka berkumpul di kawasan bundaran UGM, Sleman, pada Jumat sore, mengekspresikan ketidakpuasan atas pelaksanaan program yang harusnya mendukung kesehatan anak-anak.
Aksi yang dinamakan ‘Kenduri Suara Ibu Indonesia’ ini menunjukkan ketidakpuasan masyarakat terhadap program yang dijalankan oleh pemerintah. Ibu-ibu tersebut menuntut evaluasi menyeluruh hingga penutupan program yang dianggap tidak efektif dan bahkan berbahaya bagi anak-anak.
Melalui aksi ini, mereka berharap suara mereka didengar dan menekankan pentingnya kesehatan serta kesejahteraan anak sebagai prioritas utama. Masyarakat sangat berharap bahwa pemerintah dapat merespons dengan serius tuntutan mereka yang mencakup keamanan makanan untuk generasi mendatang.
Aksi Protes Ibu-Ibu di Yogyakarta: Suara Perubahan
“Aksi ini adalah bentuk ketidakpuasan kami terhadap program Makan Bergizi Gratis,” jelas salah satu orator di antara kerumunan. Ia menekankan bahwa sebagai ibu, mereka tidak dapat tinggal diam saat anak-anak mengalami masalah akibat kurangnya perhatian terhadap gizi yang mereka terima.
Menu makanan seperti hamburger yang dijadikan bagian dari program MBG mendapat sorotan tajam dari peserta aksi. Menurut mereka, makanan tersebut adalah contoh dari produk olahan yang tidak sesuai dengan nilai gizi yang diharapkan untuk anak-anak.
“Kami sangat prihatin dengan menu-menu yang disediakan. Menu seharusnya lebih berkualitas dan benar-benar bergizi,” ungkap para peserta dengan semangat. Keresahan ini jelas berdampak pada keinginan mereka untuk melihat perubahan yang lebih baik terhadap program tersebut.
Keracunan Massal: Kegagalan Program Gizi
Jumlah kasus keracunan yang dilaporkan mencapai ribuan, dan hal ini menjadi sorotan utama dalam aksi tersebut. Banyak anak-anak yang harus dirawat akibat mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG.
Penulis dan aktivis Kalis Mardiasih menegaskan bahwa angka keracunan bukan hanya statistik, melainkan berkaitan dengan masa depan anak-anak. Ia menyatakan keprihatinannya bahwa banyak dari mereka adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih baik.
Kerisauan juga direfleksikan oleh para orang tua yang mendampingi anak-anak mereka. Mereka merasakan dampak langsung dari keracunan, yang bahkan melibatkan ibu hamil serta para guru yang terlibat dalam program tersebut.
Meminta Pertanggungjawaban dan Evaluasi Menu
Dalam aksi tersebut, para ibu juga menuntut pertanggungjawaban dari Badan Gizi Nasional (BGN) serta pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan program ini. Mereka ingin melihat transparansi dalam pengelolaan dan penyerapan anggaran yang digunakan untuk program MBG.
“Kami meminta BGN untuk membentuk tim investigasi independen untuk mengusut keracunan yang terjadi,” kata salah satu orator. Tuntutan ini mencerminkan keinginan masyarakat untuk keadilan dan solusi yang konkret bagi korban.
Dengan suara bulat, para peserta aksi menyuarakan kebutuhan mendesak akan pemulihan dan perbaikan sistem gizi bagi anak-anak. Mereka beranggapan bahwa hal ini sangat krusial demi keberlangsungan generasi yang sehat dan berdaya saing.
Menuntut Perubahan Kebijakan dan Pemberdayaan Komunitas
Sebagai penutup aksi, para ibu mengemukakan lima tuntutan utama kepada pemerintah. Pertama, mereka menuntut penghentian program MBG yang bersifat sentralistik dan militeristik. Mereka ingin adanya evaluasi menyeluruh agar program tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kedua, mereka menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah termasuk presiden, BGN, serta penyelenggara pembuatan menu, terutama terkait isu keracunan yang telah terjadi. Hal ini dalam rangka memastikan tidak ada lagi makanan yang membahayakan kesehatan anak-anak.
Selain itu, mereka juga meminta agar pemerintah menghentikan praktek korupsi yang berpotensi merugikan dana negara serta mendukung kembalinya peran masyarakat dalam pemenuhan gizi anak-anak mereka.